Sekilas GKP Purwakarta

Sejarah kehadiran jemaat GKP Purwakarta, berawal pada tahun 1916, Zendeling A. Vermer yang waktu itu berkedudukan di Batavia datang ke Purwakarta untuk membaptiskan beberapa anak keturunan Tionghoa di Sekolah Zending, yang lokasinya tepat berada di tempat gedung gereja yang sekarang. Selanjutnya tanggal 25 Juli 1917 Nederland Zending Vereeninging (NZV) menempatkan A. Ardja sebagai guru ditempat ini. Pada tahun 1920 NZV menugaskan Zendeling O. E. v. c. Brug dan Dr. Deke untuk mendirikan Rumah Sakit Zending, yang diresmikan pada tanggal 18 Oktober 1930 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yaitu A. C. v. d. Graf yang diberi nama Rumah Sakit Bayu Asih.

Tidak ada yang menduga bahwa melalui kehadiran sekolah dan rumah sakit di Purwakarta ternyata semakin memperluas ladang Pekabaran Injil NZV, sehingga pada tanggal 14 November 1934 gedung sekolah diresmikan menjadi gedung gereja dengan pendeta Maat Rikin. Pada tahun 1941 Pendeta Maat Rikin pindah ke Jemaat Rehoboth Jatinegara, dan pelayanan di Purwakarta digantikan oleh Pendeta Josef Atje, yang pada tanggal 02 Januari 1973 memasuki masa emiritasi. Pada tahun 1977 GKP Purwakarta memanggil seorang calon pendeta, yaitu Sutarno, S. Th. Yang ditahbiskan pada tahun 1978 dan berakhir pada tahun 1980. GKP Purwakarta saat itu melayani 2 pos kebaktian yaitu Pos Kebaktian Sadang dan Pos Kebaktian Jatiluhur. Pos Kebaktian Sadang berdiri menjadi jemaat yang dewasa, pada tanggal 20 Agustus 1981.

Pendeta jemaat yang pernah melayani:
1916 – 1934                : Para Zendeling NZV
1934 – 1941                : Pdt. Maat Rikin
1942 – 1977                : Pdt. Josef Atje
1978 – 1980                : Pdt. Sutarno, S. Th.
1980 – 1984                : Konsulen (Pdt. Apolos Linggar)
1984 – 1995                : Pdt. Anatona Zebua, S. Th.
1996 – 2005                : Pdt. Drs. Agustria Empi
2005 – 2015                : Pdt. Deru Utama Noron, S. Th., M. Min.
2015 – sekarang          : Pdt. Tongam Adama Antonius Sihite, M. Th.

Anggota jemaat ini cukup beragam, baik itu dalam hal kelompok suku atau budaya maupun kondisi ekonomi. Beragamnya suku dari anggota jemaat ini memang sangat jelas karena GKP bukanlah gereja yang dibentuk atas kesukuan. Oleh karena itulah warga tidak enggan untuk sepenuhnya mengambil bagian dalam persekutuan ini. Sebetulnya, lebih jah lagi, banyak anggota jemaat dari HKBP dan GBKP dan gereja-gereja lain yang ada di Purwakarta saat ini pernah berjemaat di sini dulunya. Istilahnya satu gedung untuk banyak gereja. Namun seiring bertambahnya jumlah anggota dari kelompok itu, tentu atas indikator bahasa dan gereja daerah atau suku, maka mereka berinisiatif membangun gedung gerejanya dan badan administrasinya sendiri. Setelah banyak yang memisahkan diri, akhirnya untuk saat ini jumlah anggota dari jemaat GKP Purwakarta adalah sekitar 160 Kepala Keluarga (KK). Dari pengakuan pendeta yang ada sekarang ini, bahwa jumlah anggota jemaat yang terbilang cukup banyak ini tidaklah efektif dilayani hanya oleh 15 majelis jemaat, 1 pendeta, dan 3 Pengawas Perbendaharaan Gereja (PPG). Oleh sebab itu jugalah, dalam momentum pemilihan calon majelis di tahun ini, maka jumlah majelis jemaat akan bertambah menjadi 20 orang, sedangkan jumlah PPG dan pendeta masih tetap seperti semula.

Memang penilaian yang dikatakan beliau bukanlah dinilai dari jumlah anggota jemaat saja, melainkan juga keinginan dari pendeta jemaat yang ingin melihat gereja ini betul-betul aktif dalam pelayanan, baik itu nantinya dalam maupun juga ke luar. Pelayanan itu sudah tentu merupakan suatu kebutuhan yang pasti bagi pertumbuhan iman (dan jasmani) anggota jemaat yang ada. Inilah semangat melayani dari bapak Pendeta Tongam Adama Antonius Sihite, M. Th., S1 lulusan dari STT Jakarta, yang belum lama disahkan menjadi pendeta jemaat GKP Purwakarta untuk 5-10 tahun ke depan. Semangat melayani beliau pun sebagian besar sudah terangkum seutuhnya di dalam “Arahan Penyusunan Rencana Kerja Jemaat: Agenda 2020” GKP Purwakarta.

Disadur dari:
blogcp.sttjakarta.ac.id/?listing=gereja-kristen-pasundan-gkp-purwakarta